Karakter yang satu ini akan selalu bersama dengan sabar, saling mengisi dan beriringan. Masih belum terasa lengkap jika qana’ah ada tapi tanpa kesabaran. Qana’ah sendiri berarti rela dan menerima pemberian Allah subahahu wata’ala. Karakter ini termasuk salah satu karakter yang sangat berat kecuali bagi mereka yang mendapat taufik dan pentunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Terutama dikarenakan manusia juga diciptakan dalam keadaan yang memiliki rasa cinta terhadap harta dan kehidupan duniawi.
Manusia dengan segala pernak-pernik di dunia ini mudah sekali untuk tergoda dan tergiur dengan harta dan kenikmatan dunia, bahkan hingga taraf yang lebih dan lebih lagi. Begitulah manusia dengan segala “rasa kurangnya” dengan kenikmatan yang telah diperoleh. Tiap-tiap diri manusia ada kecenderungan untuk menjadi manusia rakus, tamak dan juga qana’ah.
Karakter yang qana’ah ini sangat tipis perbedaanya dengan putus asa. Akan tetapi, qana’ah penuh dengan rasa syukur kepada Allah, dan penuh dengan ketentraman hati. Sementara itu putus asa, penuh dengan kekecewaan dan kekesalan ketika tidak mampu mencapai sebuah keinginan yg diiginkan. Qana’ah juga sangat berbeda dengan sifat tidak berani menghadapi tantangan dan seluruh sifat ke-tidakberani-an ataupun sifat kekalahan yang lainnya. Justru qana’ah adalah sifat orang yang menang bersama ketawadhu’an.
Sebuah kisah yang sangat masyhur adalah tentang Qarun dan hartanya (yang kemudian sering dikenal dengan harta karun). Qarun, seorang yang memiliki kekayaan namun selalu merasa kurang. Gudangnya penuh dengan harta bahkan gembok dan kuncinya pun terbuat dari barang yang sangat berharga.
Namun, sang Qarun masih tidak puas atas pemberian Allah berupa hartanya yang sangat banyak kepadanya. Kecintaanya pada harta, bahkan membuat dia menjadi kikir dan pelit karena takut hartanya akan berkurang. Qarun dengan tamaknya masih merasa tidak puas jika tidak memiliki dua, tiga atau empat gudang harta lagi, sampai akhirnya hartanya ditenggelamkan oleh Allah ke dalam bumi.
Timbulnya sifat tamak ini diantaranya adalah karena manusia telah lalai bahwa harta hanya titipan sementara di dunia. Dan manusia lupa bahwa kehidupan abadi hanya ada di surga. Harta yang banyak, belum tentu akan membuat hidup menjadi tenang, karena harus memikirkan bagaimana menjaganya dan bagaimana mendapatkannya lagi, lagi dan lagi yang tidak akan pernah puas.
Kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu, untuk menahan sifat tamak dan menggantinya dengan ke-qana’ah-an. Dalam surat At-Takatsur diberitakan bahwa ciri khas manusia adalah selalu mengumpulkan harta dan bermegah-megahan sehingga melalaikannya karena keasyikan dengan hal duania yaitu harta, pangkat dan jabatan. Sifat seperti ini biasanya baru akan berhenti ketika mulut telah disumpal dengan tanah di liang lahat (kematian), sebagaimana Hadist Bukhari dan Muslim :
Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik r.a., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Seandainya seseorang itu mempunya satu lembah dari emas, niscaya ia ingin memiliki dua lembah, dan tidak ada yang dapat memenuhi mulutnya kecuali tanah (ia tidak akan pernah merasa puas dengan dunia sebelum mati). Dan Allah akan senantiasa menerima taubat orang yang bertaubat". (HR. Bukhari dan Muslim)
Insya Allah, dengan ridha Allah seseorang akan dapat merealisasikan sifat qana’ah ini. Marilah kita mencoba memastikan bahwa qana’ah akan ada di dalam diri ini, di antaranya adalah dengan :
Mayakini Rezeki telah tertulis dan Memikirkan Ayat Al-Qur’an Seorang muslim harus yakin bahwa 4 ketetapan telah tertulis sejak dirinya berada dalam kandungan ibunya, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya (HR. Bukhari, Muslim dan Akhmad). Seorang hamba hanya diperintahkan untuk berusaha dan bekerja dengan kayakinan bahwa Allah SWT akan memberikan hasil sesuai yang ia usahakan dan juga bahwa Allah akan memberikannya sesuai dengan rezekinya yang telah tertulis.
Al-Qur’an memberikan kabar bahwa apa yang Allah anugerahkan, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya, dan apa yang Allah sudah lepaskan, maka tidak seorangpun akan sanggup menahannya (lihat Q.S. Fathiir:2). Tidak ada satu binatang melata pun di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rezekinya (Q.S. Al-Huud:6).
Memahami Hikmah Perbedaan Rezeki
Di antara hikmah Allah SWT menjadikan perbedaan rezeki tiap manusia dan tingkatan kehidupan seseorang hamba adalah supaya terjadi dinamika kehidupan, saling bertukar manfaat, saling memerlukan, tumbuh aktivitas perekonomian, timbul komunikasi dan saling melayani dan memberikan bantuan. (lihat Q.S. Az-Zukhruf :32, Q.S. Al-An’am:165).
Menyadari bahwa Rezeki tidak berbanding lurus dengan kecerdasan
Harus kita pahami bahwa rezeki itu tidak tergantung pada tingkat kecerdasan akal, banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu bisa menjadi sebab rezeki, namun bukan ukuran secara eksak (pasti). Kesadaran tentang hal ini sangatlah penting, untuk menjadikan seseorang memiliki sifat qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikan lebih rendah, dan tidak berpengalaman mendapatkan rezeki lebih baik daripadanya, sehingga tidak memunculkan sikap iri dan dengki.
Melihat ke bawah dalam hal duniawi
Dalam urusan duniawi, hendaknya kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi sebagaimana hadist nabi : “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat yang lebih tinggi darimu. Yang demikian itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Melihat realita orang fakir dan kaya tidak akan jauh berbeda
Mari kita perhatikan orang yang paling kaya di muka bumi ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yg dimakan orang fakir. Tidak mungkin orang kaya makan 100 piring sekaligus meski dia mampu untuk membeli dengan hartanya yang banyak. Seandainya pun dia memiliki 100 potong baju maka dia tentunya hanya akan memakai se potong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir dan harta yang selebihnya yang tidak dipakai itu adalah relatif (nisbi).
Abu Darda pernah mengucapkan : "Para pemilik harta makan, kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian dan kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kamipun naik kendaraaan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan juga dilihat oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya."
Wallahu ‘alam bishawab
Dikutip dari : http://pks-jepang.org/