Perempuan  itu dalam catatan sejarah hanyalah bekas budak yang diberikan seorang  pembesar Mesir pada Ibrahim as. Sedangkan saat itu Ibrahim telah pula  memiliki seorang istri cantik bernama Sarah. Ya, perempuan itu hanya  seorang pengabdi. Dia pun mungkin tidak terlalu cantik atau juga  berkulit bersih. Ia hanya hamba sahaya. Dialah Hajar, perempuan yang  kemudian diperistri oleh ‘Bapak para Nabi’, Ibrahim as.  Mungkin, dia ‘hanya’ bekas hamba sahaya, mungkin dia ‘istri kedua’,  namun dari rahimnya lahir keturunan para nabi yang agung, terutama  Muhammad SAW. Tak heran jika para orientalis dan musuh Islam gemar  mengolok junjungan kita Rasulullah SAW sebagai keturunan budak. Biar  saja, sebab kemuliaan itu tak pernah terpupus oleh dari rahim siapa ia  terlahir.
Ibrahim dan keluarganya menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja yang  mempercayai bahwa sebuah umat yang mulia itu lahir dari pribadi-pribadi  mulia, kemudian dari keluarga yang mulia pula. Banyak sekali ibrah dari  keluarga Ibrahim yang membuat saya selalu terkesan dengan cerita, kisah,  uraian ibrah yang saya dapat dari buku, isian  pengajian, maupun  khutbah idul adha yang setiap tahun mereview betapa besar pengorbanan  keluarga ini untuk sebuah misi agung : tersebarnya agama tauhid ini.
Tentu, karena di buku ini kita berbicara tentang hikmah, pelajaran ,  pernak-ernik rumahtangga Islami, tak sempurna rasanya jika profil  keluarga Ibrahim as ini tak kita kenali. Mari kita lihat siapa saja dan  bagaimana karakter anggota keluarga Ibrahim dan Hajar beserta peran  penting mereka
Pemimpin Keluarga Yang Taat dan Teguh
Ini tentang seorang rijal bernama  Ibrahim. Sejak muda ia adalah seorang yang teguh dalam mencari hakekat  kebenaran. Ia tak tunduk dalam kejumudan tradisi. Ia mencari kebenaran  dan teguh memegangnya meskipun nyala api dikobarkan Namrud untuk  membakar jasadnya.
Keteguhan Ibrahim muda itulah yang membawanya pada keteguhan-keteguhan  selanjutnya. Sejarah prestasi dakwah dan pencarian makna illah (tuhan)  dan pengalamannya menghadapi sang ayah yang pembuat berhala serta  menghadapi pembesar sekelas Namrud membawanya menjadi utusan Allah yang  mumpuni dan teruji dalam ketawakkalan. Lihatlah bagaimana ia harus  berkhusnudhon kepada Allah bahwa keturunan belum lahir dari istri  pertamanya, Sarah. Dan lihatlah saat ia telah mendapatkan keturunan dari  istri keduanya Hajar, dan ia pun harus meninggalkan istri dan anaknya  yang masih merah, Ismail di tanah tandus yang tiada bertuan, tiada  berkehidupan. Ia hanya ‘menitipkan’ istri dan anak-anaknya pada Allah.  Ia tak menoleh lagi sedikitpun sebab perintah Allah menyuruhnya yang  menyuruhnya pergi, bukan kehendaknya. Maka ia hanya  berdo’a
“  Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di  lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau  (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu ) agar mereka  melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung  kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan  mereka bersyukur.( QS. Ibrahim (14) : 37)
Ujian keteguhan itu belum berakhir. Saat ia kembali, ia mendapati anak lelaki yang sedang tumbuh itu begitu menawan rasa keayahannya. Setelah bertahun menanti dan berpisah, kini perintah yang mendesirkan keikhlasan manusiawinya kembali ia terima : menyembelih anaknya Ismail yang masih belia. Namun, dengan ikhlas bapak dan anak itu menyambut perintah Allah itu dengan mantap dan segera.
Seorang Perempuan Yang Taat : Ibu dan Istri yang tegar
  Perempuan itu Hajar. Bayangkan beliau  adalah kita. Ditinggalkan suami  untuk tugas Ilahi yang agung bersama bayi merah di sebuah hamparan  padang tandus tak berpenghuni. Naluri kewanitaannya sempat meronta dan  menanyakan pada suami, “  Hai Ibrahim, apakah engkau meninggalkan kami disini atas keinginanmu  atau perintah Allah?” tiga kali pertanyaan itu baru dijawab sang suami, “  Perintah Allah “ dan sang perempuan tegar itupun mendengar dan ta’at.  Cukuplah keimanan di hatinya menjadi penggerak untuk ta’at dan legawa.
Maka, sesuai dengan do’a  sang suami, dan keridhoan istri yang taat  itu, maka Allah turunkan pertolongan yang barakah. Ibu Hajar yang naluri  keibuannya mendorongnya mencari sumber penghidupan antara Shafa dan  Marwah itu diberi keberkahan melalui tandakan-tandakan kaki putra  bayinya yang mengucurkan sumber air yang tak lekang hingga kini. Dan  do’a suami yang dikabulkan Allah agar Dia mencondongkan hati manusia  pada anak dan istrinya. Maka, jadilah disekitar sumur Zam-zam  orang-orang berhenti, bertransaksi, menetap dan didapati berbagai sumber  hidup berupa buah-buahan yang ada sepanjang musim. Syari'at Haji,  pembangunan Ka'bah, segala keberkahan dari buah ketaatan semua elemen  keluarga yang mengagumkan. Dan apa lagi balasan yang tertinggi selain  surga  sebagai tempat berkumpulnya sebuah keluarga yang gemilang dalam  ketaatan kepada Allah? Subhanallah
Anak-anak Yang Taat : Hasil tarbiyah Keluarga
Dari kedua orang tua yang demikian taat dan teguh, mustahil lahir  anak-anak yang lemah. Figur lain dari hasil tarbiyah (pembinaan)  keimanan keluarga Ibrahim adalah anak yang taat bernama Isma’il.  Dapatkah seorang anak yang belia menjawab dengan mantap perintah  penyembelihan dirinya jika bukan karena besar dan teguhnya keimanan di  dadanya?
“ Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang putra yang sangat sabar ( Isma’il)” 
"Maka ketika anak itu telah sampai (pada umur)sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (isma’il) menjawab, “Wahai ayahku!Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” QS.As-Saffat (37) : 101-102
Tidak mungkin keyakinan pada diri seorang remaja belia itu tumbuh tanpa iklim pendidikan imani yang sempurna dari rumahtangga orangtuanya. Keteguhan akan melahirkan keteguhan. Anak-anak yang taat tidak dapat lahir serta merta. Pengkondisian ketaatan itu bahkan dimulai sejak seorang laki-laki dan perempuan memilih pasangannya.
"Maka ketika anak itu telah sampai (pada umur)sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (isma’il) menjawab, “Wahai ayahku!Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” QS.As-Saffat (37) : 101-102
Tidak mungkin keyakinan pada diri seorang remaja belia itu tumbuh tanpa iklim pendidikan imani yang sempurna dari rumahtangga orangtuanya. Keteguhan akan melahirkan keteguhan. Anak-anak yang taat tidak dapat lahir serta merta. Pengkondisian ketaatan itu bahkan dimulai sejak seorang laki-laki dan perempuan memilih pasangannya.
Pelajaran-pelajaran tentang memulai dan membina rumahtangga dari ketaatan sepasang suami istri kepada perintah Allah menjadi sumber inspirasi tiada tara dari keluarga Ibrahim as. Bagaimana ketundukan dan kepercayaan kita kepada Allah menjadi sumber dan muara segala derap kehidupan rumahtangga. Ketaatan seorang istri dan kesabaran seorang suami, akan membawa biduk rumahtangga pada kebahagiaan dan ketentraman yang hakiki. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah para Nabi dan orang-orang Sholih. Amiin...
Courtesy of : Pena Perempuan

 
