Seorang 
lelaki yang kini sudah menjadi seorang pengusaha sukses, bercerita bahwa
 kehidupannya sangat bersahaja ketika kecil. Ia lahir dalam sebuah 
keluarga sederhana yang menggantungkan penghidupan dari gaji pegawai. 
Kehidupan pas-pasan dengan empat orang saudara, membuatnya berpikir 
bahwa kebahagiaan terletak pada kekayaan yang dimiliki seseorang. Ia 
bahkan berpikir keras untuk menjadi seorang bisnismen sejati daripada 
menjadi pegawai seperti orangtuanya yang tak mampu berbuat banyak untuk 
mencukupi kebutuhan keluarga.
 
Jadilah 
ia seorang pengusaha yang memulai usahanya dari nol dengan gigih. Ia 
kemudian berhasil menjadi pengusaha sukses tetapi ia kemudian menjadi 
orang yang nyaris tak punya hati dengan berlaku sangat keras pada 
bawahannya. Ia sangat sering memarahi bawahannya dan mengejar target 
tanpa memperhitungkan kesejahteraan karyawan. Sebuah peringatan dari 
Allah SWT berupa  kehancuran rumah tangga dan ambruknya perusahaan 
membuatnya kemudian menyadari bahwa kekayaan bukanlah segala-galanya 
yang akan membahagiakan kehidupan seseorang. Berbekal kesadaran inilah 
ia kemudian berusaha memperbaiki diri dan kembali sukses.
Tujuan Hidup
Kisah di
 atas adalah sebuah pelajaran terutama bagi kita sebagai orangtua bahwa 
apa yang direkam anak dalam benaknya semasa kecil adalah latar belakang 
terkuat yang nantinya akan banyak mempengaruhi pandangan hidup dan 
tindakannya ketika dewasa. Saat si anak merasa bahwa ia hidup kekurangan
 dan orangtuanya tidak memberikan arahan yang benar tentang tujuan hidup
 yang sebenarnya, anak akan mencari-cari sendiri tujuan hidup dengan 
persepsi yang belum tentu benar. Seperti persepsi anak tersebut yang 
menyangka bahwa kekayaan adalah sumber kebahagiaan.
…apa yang direkam dalam benak anak semasa kecil adalah latar belakang terkuat yang banyak mempengaruhi pandangan hidup ketika dewasa…
Sikap 
orangtua juga akan menjadi pijakan haluan anak untuk mengambil tindakan.
 Seperti sikap orangtua yang terkadang sudah merasa telah berbuat yang 
terbaik untuk anak-anaknya tetapi sebenarnya belum mencapai upaya 
maksimal. Anak tersebut merasa bahwa orangtuanya tak banyak bekerja 
keras untuk menyejahterakan keluarga karena ia melihat bahwa masih 
banyak waktu luang yang dimiliki orangtuanya diluar jam kerjanya sebagai
 pegawai sebuah instansi pemerintah. Melihat kondisi orangtuanya seperti
 itu, ia kemudian berkesimpulan bahwa ketidakoptimalan tindakan 
orangtuanya itulah yang membuatnya hidup dalam kekurangan. Maka, jadilah
 ia orang yang gila kerja dan memperlakukan anak buahnya tanpa tenggang 
rasa.
Usaha, baru Menerima
Sikap 
orangtua adalah contoh bagi anak. Bila orangtua mencontohkan sikap hidup
 yang suka bekerja keras tetapi tetap memberikan perhatian yang besar 
untuk keluarga, tentu anak juga akan belajar bekerja keras untuk 
menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk orang-orang di 
sekelilingnya.
Namun, 
sayangnya, hingga hari ini, yang seringkali kita lihat justru adalah 
sikap orangtua yang tak banyak berusaha menyejahterakan kehidupan 
anaknya tetapi merasa sudah lelah bekerja. Ungkapan-ungkapan seperti, 
“hidup ini harus nrimo (menerima)”, sabar dan qona’ah 
(menerima apa adanya), lalu hidup harus banyak bersyukur adalah 
kata-kata yang banyak dilontarkan pada anak. Namun, minim contoh bahwa 
bersyukur, sikap qona’ah, dan nrimo itu adalah sikap yang wajib
 kita iringkan setelah berusaha semaksimal mungkin. Sehingga tak heran, 
jika saat ini fenomena yang terjadi pada masyarakat kita adalah fenomena
 orang-orang yang selalu mencari jalan pintas untuk mendapatkan uang 
tanpa perlu banyak berusaha. Karena itu, bukan sesuatu yang mustahil, 
bila sebenarnya tindakan korupsi, premanisme, kemalasan, dan kemiskinan 
sebenarnya berasal dari contoh-contoh yang dibangun dari rumah.
Tentu, 
bila kondisi ini sudah terjadi amat beratlah pertanggung-jawab kita 
sebagai orangtua di hadapan Allah SWT kelak. Oleh karena itu, marilah 
bersama-sama membangun sebuah keluarga yang benar-benar mencintai sikap 
suka bekerja keras dengan terlebih dahulu mengawalinya dari 
contoh-contoh kita sebagai orangtua yang juga konsisten bekerja keras. 
Berbahagialah dengan sabda Rasul-Nya:
“Sesungguhnya
 Allah mencintai hamba yang berkarya. Dan barangsiapa bekerja keras 
untuk keluarganya maka ia seperti pejuang di jalan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad)
Diambil dari : http://www.voa-islam.com/ 

 
