Kamis, 27 Februari 2014

Keluarga Bahagia Bukan Berarti Tanpa Konflik

Perhatikanlah dengan seksama sebuah peristiwa walimah atau pesta pernikahan. Apa yang kita saksikan? Meriah, penuh kegembiraan, dirayakan dengan persiapan yang sungguh-sungguh. Ada banyak hiasan, banyak bunga, banyak keluarga, banyak tamu, banyak makanan, banyak minuman, semua serba berbeda dari biasanya. Bukan hanya pengantin yang berbusana indah menawan, namun keluarga dan para tamu undangan juga mengenakan pakaian istimewa yang jarang-jarang dikenakan.

Di beberapa kalangan masyarakat tertentu, pesta pernikahan sekaligus merupakan upaya untuk sarana komunikasi bisnis, sosial, politik dan budaya. Misalnya, orang tua yang pelaku bisnis, menjadikan pesta pernikahan anak sebagai sarana mengundang dan mengumpulkan rekan-rekan bisnis. Selain untuk silaturahim dan menyaksikan prosesi pernikahan, juga sekaligus untuk menguatkan jaringan bisnis dan bahkan menciptkan peluang-peluang dan “deal” baru. Demikian pula di kalangan keluarga politisi, pesta pernikahan telah menjadi sarana silaturahmi politik.


Kebahagiaan : Sebuah Harapan Besar

Sesungguhnya fenomena kesakralan pesta pernikahan itu simbolisasi dari perasaan bahagia dan penuh kesyukuran. Selain karena melaksanakan tuntunan agama, namun pada saat yang sama ada ritual budaya yang tengah dijalankan. Dalam tradisi dan adat yang berkembang di tengah masyarakat, hiasan-hiasan dalam pesta pernikahan semuanya memiliki makna-makna yang positif dan membawa pesan kebajikan. Dalam tradisi Jawa misalnya, mengapa menggunakan hiasan janur (daun kelapa yang mash muda), mengapa menggunakan pisang setandan, bunga setaman, dan lain sebagainya, semua membawa pesan-pesan kebajikan.

Artinya, prosesi pernikahan merupakan sebuah peristiwa yang istimewa dan sangat berkesan, bahkan menjadi sejarah penting dalam kehidupan selanjutnya. Dari peristiwa pesta pernikahan itu saja sudah terbaca dengan sangat kuat, bahwa kehidupan berumah tangga dikehendaki akan selalu berada dalam kebaikan dan penuh kebajikan. Terhindarkan dari malapetaka, marabahaya, kerusakan dan kehancuran.

Pada dasarnya semua orang menghendaki kehidupan keluarga yang harmonis, dipenuhi kebahagiaan, dan terjauhkan dari penderitaan. Saat melaksanakan prosesi pernikahan, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan membayangkan serta mengharapkan kehidupan keluarga yang diliputi kedamaian, keharmonisan, ketenteraman, kebahagiaan dan terjauhkan dari berbagai penyimpangan serta pengkhianatan. Sebuah harapan serba ideal tentang pasangan, tentang kehidupan berumah tangga yang selalu dimiliki pasangan pengantin baru.

Namun sayang, harapan-harapan ideal tersebut tidak selalu menjadi kenyataan. Ada banyak badai yang mereka lalui di sepanjang perjalanan hidup berumah tangga, dan tidak sedikit dari mereka yang tidak mampu bertahan di tengah badai.

Konflik Tidak Untuk Dihindari

Banyak pasangan suami isteri yang tidak menyadari dari awal bahwa mereka kelak akan menemukan konflik. Dalam teori psikologi diyakini, setiap hubungan antar pribadi selalu mengandung unsur-unsur konflik, perbedaan pendapat atau kepentingan. Hal ini karena setiap manusia itu unik, selalu ada sisi perbedaan dengan manusia lainnya. Konflik adalah situasi dimana pandangan dan tindakan satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu pandangan dan tindakan pihak lain.

Kendati unsur konflik selalu terdapat dalam setiap bentuk hubungan antarpribadi, namun banyak kalangan memandang konflik adalah faktor yang merusak hubungan, sehingga harus dicegah dan dihindari. Padahal, rusaknya hubungan antarpribadi sesungguhnya bukan disebabkan karena adanya konflik itu sendiri, melainkan disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola serta memecahkan konflik secara bijak dan konstruktif.

Jika mampu mengelola konflik secara bijak dan konstruktif, sesungguhnya dapat memberikan manfaat positif, baik bagi diri sendiri maupun bagi hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, konflik sering juga diberi sebutan yang berkonotasi positif. Misalnya, konflik suami isteri dianggap sebagai “bumbu” dan penyedap atau pemanis dalam hubungan mereka di rumah tangga.

Ketika sepasang pengantin memulai kehidupan baru di rumah tangga baru yang mereka bangun, mulailah tampak kualitas hubungan mereka yang sesungguhnya. Ada sebagian pasangan yang berhasil mewujudkan impian dan harapan ideal mereka tanpa mengalami banyak kendala. Sebagian yang lain memerlukan usaha dan perjuangan yang keras untuk bisa meraihnya. Bahkan ada pula pasangan yang dalam sepanjang rentang waktu kehidupan mereka tidak sempat merasakan keharmonisan dan kebahagiaan. Sejak awal memulai hidup berumah tangga telah dipenuhi dengan berbagai pertengkaran sengit, konflik berkepanjangan dan berujung kepada perceraian.

Yang mereka perlukan sesungguhnya adalah kesiapan mental menghadapi konflik dan kesanggupan untuk menikmati serta menyelesaikannya secara bika dan konstruktif. Jangan menganggap konflik selalu bermakna menghalangi kebahagiaan, karena konflik justru diperlukan dalam rangka menghadirkan kebahagiaan itu sendiri. Betapa indahnya kebersamaan dan keharmonisan, baru sangat nyata dirasakan setelah keluar dari suatu konflik. Tanpa konflik, suami dan isteri akan mendapatkan kehidupan mereka biasa-biasa saja, datar datar saja, begitu begitu saja. Lalu dimana dinamikanya? Dimana letak indahnya?

Nikmati Konflik

Percayalah, untuk merasakan kebahagiaan hidup berumah tangga, kita tidak perlu takut menghadapi konflik. Tidak perlu menghindar dari konflik dengan pasangan. Justru harus menyiapkan diri untuk menghadapi, mengurai, dan menikmati setiap konflik yang datang bersama pasangan.

Bergandengan tangan meniti jalan kehidupan yang membentang di hadapan. Tetap bergandengan tangan saat badai menghantam. Konflik akan mudah diselesaikan oleh suami dan isteri apabila mereka memiliki komitmen untuk selalu membuka pikiran dan hati, mengutamakan keutuhan dan kebahagiaan keluarga daripada memenangkan pendapat dan egonya.

Keluarga bahagia, bukan berarti di dalamnya tidak ada konflik. Justru karena mereka bisa menghadapi dan menikmati konflik yang datang silih berganti, maka mereka merasakan kebahagiaan yang lebih hakiki.

Diambil dari :Islamedia