Subhanallah, betapa Islam  begitu sempurna. Hal serumit dan sekecil apapun ada penyelesaiannya.  Berikut ini artikel tentang Pentingnya Mentabayyun segala sesuatu,  terutama yang berkaitan dengan kehormatan saudara kita.
1. Mengembangkan Tabayyun (Cross-Check), bisa disebut juga konfirmasi.
“Hai orang-orang yang beriman, jika  datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan  teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum  tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas  perbuatanmu itu.”
(Qs. al-Hujurat [49]: 6).
“Jauhilah oleh kamu sekalian prasangka, sebab prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” [HR. Bukhari dan Muslim].
2. Mendamaikan Saudara Yang Berseteru
“Sesungguhnya orang-orang mu’min  adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan  bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
(Qs. al-Hujurât [49]: 10).
3. Tidak Mengolok-olok Sesama Muslim
“Hai orang-orang yang beriman  janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi  mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)  dan jangan pula wanitawanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena)  boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari  wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri  dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan  barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang  zalim.” (Qs. al-Hujurat [49]: 11).
4. Tidak Berburuk Sangka, Mencari-Cari Kesalahan, Menggunjing (Ghibah)
“Hai orang-orang yang beriman,  jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu  adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan  janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah  salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?  Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs.  al-Hujurat [49]: 12).
“dan janganlah kamu sekalian  memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kamu  saling berbantah-bantahan, saling hasud, saling benci dan saling  belakang membelakangi.” [HR. Muslim].
Dalam riwayat lain dituturkan, bahwa  Muawiyah ra berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:  “Sesungguhnya, bila kamu selalu mencari-cari aib-aib kaum muslim, maka  berarti kamu menghancurkannya atau nyaris menghancurkannya.” [HR. Abu  Dawud].
Ibnu Mas’ud ra menceritakan, bahwa  ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan bahwa si  fulan itu jenggotnya meneteskan minuman keras, kemudian Ibnu Mas’ud  berkata: “Sesungguhnya kami telah dilarang untuk mencari-cari kesalahan,  tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya sesuatu penyelewengan,  maka kami pasti akan menghukumnya.” [HR. Abu Dawud].
“Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ghibah?” Rasulullah Saw menjawab, “Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” “Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.” Rasulullah Saw menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.” [HR. Abu Dawud].
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa ra, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw: “Ya Rasulullah, siapakah yang paling utama diantara kaum muslim?” Beliau menjawab, “Orang yang kaum muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
“Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ghibah?” Rasulullah Saw menjawab, “Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” “Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.” Rasulullah Saw menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.” [HR. Abu Dawud].
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Musa ra, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw: “Ya Rasulullah, siapakah yang paling utama diantara kaum muslim?” Beliau menjawab, “Orang yang kaum muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya.” [HR. Bukhari dan Muslim].
5. Menjaga Lisan Dan Hati
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw  bahwa beliau Saw bersabda: “Barangsiapa yangberiman kepada Allah dan  hari akhir, hendaknya ia selalu berkata baik atau diam.” [HR. Bukhari  dan Muslim].
Dalamriwayat lain dituturkan, bahwa Rasulullah Saw berkata: “Janganlah kamu sekalian banyak bicara, kecuali untuk dzikir kepada Allah. Sebab, banyak bicara pada selain dzikir kepada Allah akan menyebabkan kerasnya hati, dan orang yangpaling jauh dari sisi Allah SWT adalah orang yang keras hatinya.” [HR. at-Tirmidzi].
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra dikisahkan, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, apakah yang dapat menyelamatkan?”Rasulullah Saw menjawab, “Kekanglah lidahmu, tetaplah dalam rumahmu, dan tangisilah dosamu.” [HR. at-Tirmidzi].
Dari Sa’id al-Khudri ra dari Nabi Saw diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang waktu pagi,maka semua anggota badan manusia mengingatkan kepada lidahnya. Anggota-anggota badan itu berkata, ‘Takutlahkepada Alklah dalam memelihara keselamatan kami, karena nasib kami tergantung kepadamu, bila kamu lurus, kami pun lurus, dan bila kamu menyeleweng, kami pun menyeleweng’.”[HR. at-Tirmidzi].
Dalamriwayat lain dituturkan, bahwa Rasulullah Saw berkata: “Janganlah kamu sekalian banyak bicara, kecuali untuk dzikir kepada Allah. Sebab, banyak bicara pada selain dzikir kepada Allah akan menyebabkan kerasnya hati, dan orang yangpaling jauh dari sisi Allah SWT adalah orang yang keras hatinya.” [HR. at-Tirmidzi].
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra dikisahkan, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah, apakah yang dapat menyelamatkan?”Rasulullah Saw menjawab, “Kekanglah lidahmu, tetaplah dalam rumahmu, dan tangisilah dosamu.” [HR. at-Tirmidzi].
Dari Sa’id al-Khudri ra dari Nabi Saw diriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang waktu pagi,maka semua anggota badan manusia mengingatkan kepada lidahnya. Anggota-anggota badan itu berkata, ‘Takutlahkepada Alklah dalam memelihara keselamatan kami, karena nasib kami tergantung kepadamu, bila kamu lurus, kami pun lurus, dan bila kamu menyeleweng, kami pun menyeleweng’.”[HR. at-Tirmidzi].
Dalam sebuah riwayat yang diketengahkan  oleh Imam at-Tirmidzi dijelaskan bahwa kunci untuk meraih keluhuran  jiwa adalah menjaga lisan. Mu’adz ra berkata, Saya bertanya kepada  Rasulullah, “Wahai Rasulullah beritahukan kepada saya amal perbuatan  yang dapatmemasukkan saya ke dalam sorga dan menjauhkan dari neraka?”  Beliau bersabda: “Kamu benar-benar menanyakansesuatu yang sangat besar.  Sesungguhnya hal itu sangat mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah  SWT, yaitu:
    Hendaklah kamu menyembah kepada  Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, mendirikan  sholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadlan, dan berhaji ke  Baitullah bila kamu mampu menempuh perjalanannya.”
Selanjutnya, beliau bersabda, “Maukah  engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai,  shadaqah dapat menghilangkan dosa seperti halnya air memadamkan api, dan  sholat seseorang pada tengah malam.” Beliau lantas membaca ayat yang  artinya, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa  kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, serta mereka  menafkahkan sebagian rizki yang telah Kamiberikan kepada mereka. Seorang  pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu  bermacam-macam nikmat yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan  terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
Lalu, beliau bertanya kembali,  “Maukah engkau aku tunjukkan pokok dan tiang dari segala sesuatu dan  puncak keluhuran?” Sayaberkata, “Baiklah ya Rasulullah.” Rasulullah Saw  berkata, “Pokok segala sesuatu adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan  puncak keluhurannya adalah berjuang di jalan Allah.” Kemudian beliau  bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkantentang kunci dari kesemuanya itu?”  Saya menjawab, “Tentu ya Rasulullah.” Beliau lantas memegang lidahnya  seraya berkata, “Peliharalah ini.” Saya berkata, “Ya Rasulullah, apakah  kami akan dituntut atas apa yang kami katakan?” Beliaubersabda “Celaka  kamu, bukankah wajah manusia tersungkur ke dalam neraka, tidak lain  karena akibat lidah mereka?”
[HR. at-Tirmidzi].
Ada sebuah cerita : 
Syahdan, Khalifah Harun al-Rasyid marah besar pada  sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati  Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengluarkan fatwa:  tidak mau ruku’ dan sujud dalam salat. Lebih lagi, Harun  al-Rasyid mendengar Abu Nawas berkata bahwa ia khalifah yang suka  fitnah! Menurut pembantu-pembantunya, Abu Nawas telah layak dipancung  karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai  terpancing. Tapi untung, ada seorang pembantunya yang memberi saran,  hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi) dulu pada Abu Nawas.
Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. “Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak ruku’ dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah dengan keras. Abu Nawas menjawab dengan tenang, “Benar Saudaraku.”  Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, “Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun al-Rasyid adalah seorang khalifah yang suka fitnah?” Abu Nawas menjawab, “Benar Saudaraku.”
Khalifah berteriak dengan suara yang menggelegar, “Kamu memang pantas dihukum mati, karena melanggar syariat Islam dan menebarkan fitnah tentang khalifah!”
Abu Nawas tersenyum seraya berkata, “Saudaraku,  memang aku tidak menolak bahwa aku telah mengeluarkan dua pendapat tadi,  tapi sepertinya, kabar yang sampai padamu tidak lengkap, kata-kataku  dipelintir, dijagal, seolah-olah aku berkata salah.”
Khalifah berkata dengan ketus, “Apa maksudmu, jangan membela diri, kau telah mengaku dan mengatakan kabar itu benar adanya!”
Abu Nawas beranjak dari duduknya, dan menjelaskan dengan tenang, “Saudaraku, aku memang berkata ruku’ dan sujud tidak perlu dalam salat, tapi dalam salat apa? Waktu itu, aku menjelaskan tata-cara salat jenazah yang memang tidak perlu ruku’ dan sujud.”
“Bagaimana soal aku yang suka fitnah?” tanya Khalifah.
Abu Nawas menjawab dengan senyuman, “Kala itu, aku sedang menjelaskan tafsir ayat 28 surat al-Anfal, yang berbunyi ketahuilah bahwa kekayaan dan anak-anakmu hanyalah fitnah (ujian) bagimu.  Sebagai sebagai khalifah dan seorang ayah, kamu sangat menyukai  kekayaan dan anak-anakmu, berarti kamu suka “fitnah” (ujian) itu.”  Mendengar penjelasan Abu Nawas yang juga kritikan, Khalifah Harun  al-Rasyid tertunduk malu, menyesal dan sadar.
Rupanya kedekatan Abu Nawas terhadap Harun  al-Rasyid menyulut iri dan dengki di antara pembatu-pembatunya.  Kedekatan ini dibuktikan Abu Nawas memanggil Khalifah Harun al-Rasyid  dengan kata “ya akhi” (saudaraku). Hubungan di antara mereka  bukan antara tuan dan hamba. Pembantu-pembantu khalifah yang hasud ingin  memisahkan hubungan akrab tersebut dengan memutarbalikkan berita.
Untuk itulah, bagi yang masih berakal sehat, akan langsung bertabayun  kepada yang bersangkutan, bukan langsung menuduh, menyebarkan fitnah,  apalagi melakukan tindak kekerasan. Bukankah menurut Al-Quran hanya  orang fasiklah yang tidak mau bertabayun?
Dikutip dari berbagai sumber...
 
