Saat ini pun aku masih belum percaya bahwa akhwat (baca : gadis muslimah) cantik itu bersedia menerima pinanganku. Di depan sang abi  (baca : ayah)-nya itu, aku sempat terdiam, melamun membayangkan betapa  aku mungkin tergolong laki-laki paling beruntung di dunia ini. Tak di  nyana, tak pernah disangka laki-laki Turki yang telah lama menetap di  Indonesia ini dan masih mempunyai ikatan darah dengan salah seorang  tokoh idolaku, Harun Yahya. Kelak (insyaAllah) aku akan memanggil pria dihadapan aku ini dengan sebutan “bapak mertua”.
Aku jadi teringat masa dimana aku mulai mengenal ahwat luar biasa ini di salah satu situs komunitas. SAFA begitulah dia memperkenalkan ID-nya. Aku pun tak mau kalah, InsanSains ID-ku, namaku sengaja tidak aku publikasikan. Kami makin akrab dengan seringnya berbagi ilmu dan informasi via Yahoo Messanger maupun email. Jujur, aku banyak mengambil pelajaran dari diskusi-diskusi kami selama ini, gadis lulusan mahasiswi Kedokteran Universitas Indonesia  itu banyak membuka wawasan berpikirku, tidak hanya masalah keislaman  yang dia mahfum, tapi juga beberapa keilmuan lainnya. Cukup banyak hal  yang aku tahu tentang dirinya, itupun aku menyimpulkan sendiri dari  tulisan-tulisannya selama ini. Aku sendiri belum pernah melihat foto  dirinya seperti apa. Namun yang jelas, kepribadiannya sungguh menarik.
Hingga suatu saat, dia mengirimkan offline message di Yahoo Messangerku.
“Tidakkah kita ingin menyempurnakan separuh dien? ^_^”
Logo smiling face berbentuk  garis bawah yang terletak diantara tanda pangkat (^_^) adalah ciri  khasnya. Mungkin dia adalah tipe gadis yang selalu periang. Namun yang  jelas, pesan singkatnya tersebut membuat diriku tidak bisa tidur nyenyak  selama beberapa hari. Kalimat itu selalu muncul di benakku! Tapi apa  benar ditujukkan untukku? Lalu apakah istimewanya diriku? Aku pun segera  meminta nasihat kepada murabbiku,  “Ustadz, tolong donk bagaimana menyikapinya?”. Sang murabbi pun dengan bijak diikuti senyumannya menasehati :
“Akhi… (baca : panggilan untuk laki-laki), umur antum (baca : kamu) sudah pas, pekerjaan antum sudah mapan, keilmuan untuk mengarungi bahtera rumah tangga sudah antum miliki. Tidakkah antum ingin mendapatkan surga sebelum surga?”
Sang murabbi pun melanjutkan,
“Tidak baik menolak akhwat dari keluarga baik-baik. Sudah, segera saja antum balas, antum kirim biodata antum. Biarkan si akhwat mengetahui sebenarnya tentang antum. Dan mintalah dia untuk mengirimkan pula biodata dirinya. Perbanyaklah shalat Tahajjud dan mendekatkan diri kepada Allah. Nanti jika ingin berlanjut, insyaAllah ana (baca : saya, ustadz) insyaAllah membantu”
Kata-kata itu makin membulatkan tekadku. Harus aku akhiri masa lajangku. HARUS..!  Dan inilah saatnya. Malam itu pun aku bermunajat di hadapan Sang  Penguasa seluruh makhluk, mengadu kegundahan hatiku, meminta  petunjuk-Nya. Akhirnya menjelang shubuh itu pula, aku menulis data  pribadiku di komputer, mulai dari nama asliku (bukan sekedar ID : insan sains),  tempat kediamanku, pekerjaanku, segala hal tentang orangtuaku, bahkan  sampai visi dan misi dalam hidupku, segala hal (termasuk  kekurangan-kekuranganku seperti mudah marah). File itu pun aku convert ke format PDF, kemudian aku kirimkan kepada gadis tersebut via email
“Bismillahirrahmani rahim
Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Ukhti.. maafkan atas keterlambatan ana membalas
pesan ukhti di YM kemarin. InsyaAllah, hari ini dengan
penuh kemantapan dan kesungguhan ana ingin
melakukan taaruf sebelum berlanjut ke jenjang yang
paling sakral.
Untuk itu, ana kirimkan biodata. Mudah-mudahan
cukup memberikan informasi kepada ukhti perihal
diri ana. Pun ana lampirkan foto terbaru. Ana pun
menunggu biodata balasan dari ukti.
Mudah-mudahan tiap jengkal apa yang kita perbuat
menuai ridha dari Allah swt.
Ya Allah karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada-Mu
Kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu
dan kecintaan terhadap segala hal yang mendorong kami
untuk mencintai-Mu
Regards,
insansains“
Tak berselang lama, besoknya, aku pun menerima email balasan.
To : insansains@gmail.com
From : safa@gmail.com
Subject : Re : Mudah-mudahan Allah Ridha
To : insansains@gmail.com
From : safa@gmail.com
Subject : Re : Mudah-mudahan Allah Ridha
“Assalamu ‘alaikum..
Teriring salam sejahtera untuk ikhwan
yang dengan tulus ingin melindungi kesucian diri.
Dan yang dengan ikhlas ingin menggenapkan separuh dien.
Thanks untuk kesungguhannya yach!
Isyah kirimkan biodata balasan.
Jika ada yang kurang jelas bisa ditanyakan kelak. ^_^
Wassalam,
SAFA”
Dengan rasa penasaran, file attachment itu pun menanti untuk dibuka. Rasa tegang menyelimuti perasaanku saat itu… deg..deg……. deg.. deg…! Huh.. jantungku rasanya tidak terkendali. Mulai dari atas aku baca biodata mengenai dirinya.
Nama Lengkap : Siti Aisyah Falihah Assidiqi
Nama Panggilan : Isyah / Syah
TTL : (disembunyikan)
Pendidikan : (disembunyikan)
(disebunyikan)
(dst)
VISI HIDUP : MENJADI BIDADARI DI DUNIA DAN DI AKHIRAT
MISI HIDUP :
Mencari ridha Allah
Berbakti kepada suami
Menjadi ibu teladan dari anak-anak pengibar panji Islam
(dst.. dst…)
Nama Panggilan : Isyah / Syah
TTL : (disembunyikan)
Pendidikan : (disembunyikan)
(disebunyikan)
(dst)
VISI HIDUP : MENJADI BIDADARI DI DUNIA DAN DI AKHIRAT
MISI HIDUP :
Mencari ridha Allah
Berbakti kepada suami
Menjadi ibu teladan dari anak-anak pengibar panji Islam
(dst.. dst…)
Begitu lengkap…!! Seakan apa yang ingin  aku tanyakan, sudah ia jawab lebih dulu. Dan dari biodata tersebut aku  baru mengetahui ia adalah seorang anak keturunan Turki, ayahnya dari  Turki, masih berhubungan darah dengan intelektual muslim Harun Yahya,  dan ibunya dari Bandung. Sstt.. tunggu dulu… di halaman terakhir, dia  menyisipkan foto wajahnya yang sudah di potong dari foto keseluruhannya.  SUBHANALLAH..!! Maha Suci Allah yang telah menciptakan makhluk seindah  ini. Mata biru dengan bulu mata lentik.
Satu minggu itupun aku menjauh dari  internet, berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak  shalat malamku, menghindar dari buaian-buaian setan yang merayu. Dan  tentunya memohon bimbingan dari Allah, untuk ditunjukkan jalan menuju  keridha-an-Nya. Bisa jadi gadis tersebut baik dimataku, namun dalam pandangan Allah bisa jadi sebaliknya. Hari-hari itu aku benar-benar menghabiskan malam-malam dengan bermunajat.  Al-Quran tidak lupa aku hayati dan maknai tiap katanya, hingga sampai  suatu ayat air mataku tiba-tiba berlinang membaca ayat yang berbunyi :
“Wanita-wanita yang tidak baik  adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik  adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang  baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah  untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang di tuduh) itu bersih  dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rezki yang  mulia (yaitu surga).” (QS. An-Nur, 24:26)
Ya Allah, apakah Engkau menggolongkanku  sebagai laki-laki yang baik sehingga Engkau memasangkanku dengan  perempuan yang baik pula? Ataukah justru sebaliknya? Ya Allah, ampunilah  dosa-dosaku yang lampau, baik yang disengaja maupun tidak.  Karuniakanlah aku hidayah-Mu yang dengan hidayah tersebut, hanya  Engkaulah yang menjadi tujuan hidupku. Ya Allah jika sekiranya gadis  yang saat ini mengisi hatiku akan menambah kecintaanku kepada-Mu, maka  kuatkanlah ikatkannya Ya Rabb. Namun jika gadis yang saat ini mengisi  hatiku justu membuatku lupa akan Kebesaran-Mu, maka sungguh, jauhkanlah  aku darinya, hapuslah kenangan bersama dengannya, jangan biarkan  kecintaanku kepadanya melebihi kecintaanku kepadaMu, lupakanlah dia dari  ingatanku.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa  hati-hati kami ini telah berkumpul di tempat ini karena mengasihi-MU;  bertemu untuk memenuhi perintah-Mu; bersatu untuk memikul beban  da’wah-Mu. Hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk mendaulat dan  menyokong syariat-Mu. Maka eratkanlah ya Allah atas ikatannya, dan  kekalkanlah kemesraan di antara hati-hati ini. Tunjukkan kepada  hati-hati ini akan jalan-Mu yang haq. Penuhkan hati ini dengan cahaya  Rabbani-Mu yang tidak kunjung padam. Lapangkan hati ini dengan limpahan  iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu. Hidupkan hati ini dengan ma’rifat  tentang-Mu. Dan jika Engkau mentakdirkan mati, maka matikanlah pemilik  hati-hati ini sebagai para syuhada dalam perjuangan agama-MU. Engkaulah  sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong.
Senin malam, saat mataku sudah lelah  beraktifitas, dan tubuh sudah lunglai, meminta untuk diistirahatkan, aku  pun merebahkan badan dan mulai menutup mata setelah sebelumnya  melafadzkan doa tidur. Tiba-tiba sebuah pesan singkat (baca : sms) masuk  ke handphoneku.
“Kok beberapa hari ini gak muncul di YM?
Btw.. abi bertanya kapan akan ke rumah? ^_^
From : noname
“Mungkinkah ini Aisyah?” tanyaku dalam  hati, karena dalam biodataku aku pun mencantumkan nomor handphoneku.  Dengan mengucap basmalah, Ya Allah, mudah-mudahan Engkau ridha! Aku pun  segera mengkabari orang tua dan memberi tahu rencanaku selanjutnya dan  meminta restunya. Kemudian aku pun menelphone sang murabbi untuk meminta bantuannya meng-khitbah gadis tersebut.
Kini, dengan sang murabbi di samping  kiriku aku duduk berhadapan dengan seorang pria berperawakan tinggi  besar, hidung mancung, mata berbinar, alis tebal, bulu mata yang lentik,  dengan jenggot lebat namun rapi, nyaris tanpa kumis (salah satu sunnah  rasul untuk memanjangkan jenggot dan memotong kumis). Pakaiannya  benar-benar rapi, baju koko coklat lengan pendek bercorak batik. Sebuah  jam tangan stainless melingkar di pergelangan tangannya yang dipenuhi dengan bulu-bulu tipis nan rapih. Subhanallah….! Benar-benar khas Arab.
“Khaifa haluk? Bagaimana tadi nyasar-nyasar tidak cari alamatnya?” tanya sang tuan rumah memecah kebekuan. “Alhamdulillah… ana bi khair. Tidak begitu susah, walaupun nomor rumah dikawasan ini agak ngacak” jawabku. Tak ketinggalan murabbi-ku  menyahut dan bahkan mereka jadi lebih enak bicara berdua, dengan  sedikit bahasa Arab campuran. Aku hanya cengar-cengir ketika melihat  mereka tertawa, dan sesungguhnya tidak ada yang tahu bahwa saat itu  hatiku nyaris hilang kesadaran. Aku tidak bisa menahan degupan jantungku  yang kian kencang. Aku merasakan tanganku sudah mulai menggigil, ini  pertama kalinya aku datang melamar seorang gadis. Apakah lamaranku  diterima? Huh… jantung itupun mulai tak terkendali kala sang abi  memanggil anak satu-satunya yang tercantik itu,
“Syah… suguhi tamu istimewa kita dong”
Suara sang abi memanggil anak gadisnya di belakang.
Suara sang abi memanggil anak gadisnya di belakang.
“Saudara…???” beliau lupa namaku.
“Insan pak!” sahutku..!!
  “Oia… saudara insan mau minum apa?” tanyanya kepadaku. Belum aku menjawab, sambil tersenyum sang abi berkata.
“oh.. lupa.. Aisyah pasti sudah tahu minuman kesukaan nak Insan. Kalau ustadz Mubarak (baca : nama Murabbiku) mau minum apa?”
Mereka berdua tertawa menjadikanku bahan sindiran.
Tiba-tiba dari sudut sebelah sana,  seorang gadis nan rupawan dengan jilbab panjang dan gamis yang serba  pink mulai mendekat membawakan nampan dengan tiga gelas minuman  diatasnya. Perlahan tapi pasti, gadis yang sempat mencuri hatiku itu pun  makin mendekat. Pandangannya selalu tertuju kebawah, entah karena takut  minuman yang dibawanya tumpah ataukah memang adab menjaga pandangannya.  Tapi yang jelas, aku mendengar gemerutuk tutup gelas yang makin  terdengar jelas saat datang mendekat. Aku pun tak berani memandang  wajahnya, jadi aku hanya menatap meja dan dan tanpa kusadari  kupelintir-pelintir taplaknya (tanda gugup). Kuperhatikan sesesok tangan  nan putih bergemetar menyuguhkan dan menata gelas. Gemerutuk tutup  gelas itu makin keras kala disuguhkan ke hadapanku. Tak ayal lagi hal  ini menjadi bahan guyonan dua pria yang merasa sudah berpengalaman dalam  hidup. Kami menjadi bulan-bulanan mereka. Ku lirikan mataku melihat  dirinya, wajahnya pun memerah karena malu. Aku pun kembali jadi salah  tingkah. Aisyah kemudian duduk disamping abi-nya yang tinggi besar itu.
Ya Allah, rasanya baru kemarin aku melihat fotonya, hari ini aku sedang bertemu langsung dengan dirinya. “Loh.. kok pada malu-malu begitu sih?” celetuk murabbiku, dan terdengarlah tawa mereka berdua diatas hati kami yang dag-dig-dug. “Syah..  ini kan di rumah, cadarnya bisa dilepas, lagi pula yang datang kan  bermaksud baik, mudah-mudahan apa yang kita perbuat tidak menimbulkan  prasangka” perkataan sang abi sambil mengelus-elus kepala gadis  yang kini duduk persis dihadapanku. Perlahan aku pun mulai melihat  tangan kanan Aisyah membuka cadar yang menutupi wajah beningnya. Subhanallah..!
Dia pun tetap menunduk, dan berkali-kali aku lafadzkan  tasbih kepada Allah dalam hati, memuji keagungan dan kemegahan  ciptaan-Nya. Baru kali ini aku melihat wajah bersih nan elok,  berperangai santun. Inikah BIDADARI SURGA yang TURUN KE DUNIA?  Ya Allah, aku hampir tidak percaya atas apa yang aku lihat. Mata  birunya berbinar, mengalahkan sinar lampu dalam ruangan itu, wajahnya  benar-benar bersih, bibirnya yang merah jambu tanpa pewarna lipstik  benar-benar alami. Sesekali kulirik dia sedang menggigit sedikit bibir  bawahnya menahan rasa canggung. Aku seakan tersihir oleh pesonanya, tak  sadar lagi aku akan pembicaraan dua lelaki yang sudah banyak makan  garam. Aku larut dalam keindahan penciptaan tiada banding tersebut.
Ya Allah, inikah calon pendampingku  dalam mengaruhi keridha-an-Mu? Mataku masih lekat dengan pemandangan  bidadari yang kelak akan menemani sisa perjalananku di bumi ini.  Tiba-tiba aku merasakan, sang Murabbi menendang-nendang kaki kiriku.  Berkali-kali ia berusaha menyadarkanku untuk kembali menundukkan  pandangan, saking kesalnya dia pura-pura menjatuhkan cemilan dan dia  mulai beraksi dengan mencubit-cubit kakiku. Dan dengan refleks aku pun menendangnya hingga terpelanting, dan sialnya kini ia membentak, “Woi… shubuh oey…! Adzan baru lewat, kalo gak buru-buru bisa ketinggalan berjamaan di masjid” Hah… shubuh? Dan suara bentakan itu seperti aku kenal? Hah… ternyata teman sekamarku yang membangunkanku dari mimpi terindah.
Syah? Apakah kau masih ada disitu? (*sambil getok-getok kepala)
Sumber : http://insansains.wordpress.com 


 
