Ketika Pasangan Tak Seindah yang Dibayangkan

Di kala masih sendiri berteman sepi....
Tiada pasangan hidup yang menemani....
Kita sering mengharapkan kapankah keindahan itu menghampiri diri? 
Sehingga dalam mengarungi hidup tak lagi sendiri, karena ada pujaan hati yang setia menemani....
Di kala kita masih sendiri terbersit niat di hati untuk bertekad  menjadi suami/ istri yang sholeh sholehah. Berbagai literatur tentang  pernikahan kita pelajari. Sehingga sosok suami/ istri sholeh sholehah  terpatri di relung hati. Bilakah waktu itu kan tiba? Ingin rasanya kita  memberikan yang terbaik untuk pasangan kita. 
Tatkala  Allah mentaqdirkan kita mendapatkan  jodoh yang soleh sholehah kitapun  melangkah ke maghligai pernikahan tanpa ragu. Kini ketika telah  menjalani kehidupan rumah tangga banyak  hal yang kita temui tak seindah  apa yang kita bayangkan . Sifat, karakter, selera, perbedaan pola asuh  dan  latar belakang keluarga yang berbeda yang semula mudah dijembatani  oleh kesamaan iman, cita- cita dan cinta ternyata lambat laun menjadi  pemicu perselisihan. Taman bunga yang semula nampak indah ternyata hanya  singkat saja kita  bisa nyaman singgah di dalamnya.
Sesungguhnya Allah telah memberikan modal dasar cinta dan kasih sayang  terhadap pasangan kita namun kita sendirilah yang memupuknya agar cinta  pasangan suami istri tumbuh dan bersemi selalu. Salah satu yang membuat  menurunnya cinta dan kasih sayang terhadap pasangan adalah BERHARAP  KESEMPURNAAN DARI PASANGAN.
Padahal di awal pernikahan,  pasangan kita sesungguhnya memang tidak sempurna. Pasangan kita bukanlah  sosok yang bisa memenuhi semua kriteria yang kita inginkan.
Dalam hal ini ada baiknya kita renungkan nasehat bijak dari Imam Syafii...
Jika kita membayangkan pasangan yang sempurna tetapi menikah dengan  pasangan yang tak sempurna dan tetap berharap kesempurnaan, maka  pilihannya ada dua :
1. Hapus bayangan kesempurnaan itu dan terimalah pasangan kita sebagaimana adanya 
2. Campakkan pasangan kita dan terimalah bayangan kesempurnaan itu sebagai pasangan hidup kita.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Manusia itu seperti unta. Di antara 100 ekor unta, sangat sulit  menemukan seekor yang sangat baik tunggangannya." ( HR. Bukhari Muslim).
Bagi istri hampir tidak mungkin mendapatkan suami yang gagah perkasa,  mulia, dermawan, berilmu luas, banyak sedekah, pandai mengendalikan  amarah, mudah memaafkan dan romantis. Demikian pula bagi suami hampir  tidak mungkin memiliki istri yang cantik, pandai menyenangkan suami,  cekatan, pandai memasak, pintar mengelola keuangan, rajin ibadah dan  sifat baik lainnya.
Rasulullah menasehati kita  berkenaan dengan kekurangan pasangan kita. "Hendaknya seorang mukmin  tidak meninggalkan mukminah. Kalau dia membenci suatu perangai pada diri  istrinya, dia pasti menyenangi perangai yang lain." Pesan ini senada  dengan firman Allah." Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka  bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah  menjadikan padanya kebaikan yang banyak." ( QS. An-Nisa : 19).
Ada sebuah ungkapan... Cinta itu indah bukan mainan. Cinta tulus bukan  paksaan. Karena cinta bukan hanya ungkapan. Tapi cinta juga butuh  pengorbanan. Cinta sejati mendengar apa yang dikatakan, mengerti apa  yang tidak dijelaskan karena cinta datang dari hati yang dalam. Kata -  kata ini biasanya dipakai oleh orang yang masih dalam proses  ta'aruf.  Namun bila sudah melangkah dalam gerbang pernikahan, masihkah ada  kelembutan dan kesopanan? Masihkah ada  cinta, kasih sayang dan rindu  yang menggebu? 
Sebagai bumbu perekat keharmonisan rumah  tangga adalah kita harus memiliki keimanan dan kesabaran. Dengan  keimanan kita yakin bahwa jodoh yang diberikan itu adalah yang terbaik  menurut Allah. Dengan kesabaran kita berusaha untuk ikhlas menerima  keadaan pasangan kita untuk bersama-sama saling berbenah diri menuju  pribadi yang lebih baik sehingga bisa menjalankan roda kehidupan berumah  tangga dengan tentram dan damai. Dalam memaklumi kekurangan pasangan,  bukan berarti membiarkan beberapa kesalahan itu. Kita harus berupaya  saling menasehati dengan lembut dan bijak agar bisa bersama-sama  berpegang teguh pada kebaikan dan kebenaran.