Mayoritas  manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan  ketanangan jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu  gundah gulana dan kegelisahan. Terlebih dalam lingkngan keluarga.  Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman kepada Alloh,  tawakal dan mengembalikan semua masalah kepadaNya, disamping melakukan  berbagai usaha yang sesuai dengan syari’at.
Pentingnya Keharmonisan Keluarga Yang paling berpengaruh buat pribadi  dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada  kebenaran. Alloh dengan hikmahNya telah mempersiapkan tempat yang mulia  buat manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya.  FirmanNya: “dan diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia  mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu  cenderung dan merasa tentram kepadanya dan diajadikanNya diantara kamu  rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar 
Ya, supaya engkau cenderung dan merasa tentram kepadanya (Alloh tidak  mengatakan: ’supaya kamu tinggal bersamanya’). Ini menegaskan makna  tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam  berbagai bentuknya.
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala  datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri  kesempitan. Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan  dan pershabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang. Hubungan  yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan  dirinya sendiri. Al Qur’an menjelaskan: “Mereka itu pakaian bagimu dan kamu pun pakaian baginya.” (Al Baqarah: 187)
Terlebih lagi ketika mengingat apa yang dipersiapkan bagi hubungan  ini misalnya; penddidikan anak dan jaminan kehidupan, yang tentu saja  tak akan terbentuk kecuali dalam atmosfir keibuan yang lembut dan  kebapakan yang semangat dan serius. Adakah di sana komunitas yang lebih  bersih dari suasana hubungan yang mulia ini?
Pilar Peyangga Keluarga Islami
1. Iman dan Taqwa
Faktor pertama dan terpenting adalah iman kepada Alloh dan hari akhir,  takut kepada Dzat Yang memperhatikan segala yang tersembunyi serta  senantiasa bertaqwa dan bermuraqabbah (merasa diawasi oleh Alloh) lalu  menjauh dari kedhaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.
“Demikian diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada  Alloh dan hari akhirat. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya  Dia kan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia kan memberinya rezeki  dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertaqwa  kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya.” (Ath Thalaq: 2-3)
Di antara yang menguatkan tali iman yaitu bersungguh-sungguh dan  serius dalam ibadah serta saling ingat-mengingatkan. Perhatikan sabda  Rasululloh: “Semoga Alloh merahmati suami yang bangun malam hari  lalu shalat dan membangunkan pula istrinya lalu shalat pula. Jika enggan  maka dipercikkannya air ke wajahnya. Dan semoga Alloh merahmati istri  yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula suaminya lalu  shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa’i, Ibnu Majah).
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau nafsu hewani  namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan itu shahih  maka dapat berlanjut ke kehidupan akhirat kelak. FirmanNya: “Yaitu  surga ‘Adn yang mereka itu masuk di dalamnya bersama-sama orang yang  shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya.” (Ar Ra’du: 23)
2. Hubungan Yang Baik 
Termasuk yang mengokohkan hal ini adalah pergaulan yang baik. Ini tidak  akan tercipt akecuali jika keduanya saling mengetahui hak dan  kewajibannya masing-masing. Mencari kesempurnaan dalam keluarga dan aggotanya adalah hal  mustahil dan merasa frustrasi dalam usaha melakukan penyempurnaan setiap  sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.
3. Tugas Suami
Seorang suami dituntut untuk lebih bisa bersabar ketimbang istrinya,  dimana istri itu lemah secara fisik atau pribadinya. Jika ia dituntut  untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.
Teralalu berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan  membengkokkannya berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: “Nasehatilah  wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk  dan bagian yang bengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya  kamu luruskan maka berarti akan mematahkannya. Dan seandainya kamu  biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk itu nasehatilah dengan  baik.” (HR. Bukhari, Muslim)
Jadi kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah  untuk menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus  mengingat apa yang menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada  beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya  akan banyak sekali.
Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah  melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana  sumber-sumber kebahagiaan itu berada. Alloh berfirman; “Dan  bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian jika kamu tidak  menyukai mereka maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai  sesuatu padahal Aloh menjadikannya kebaikan yang banyak.” (An Nisa’: 19)
Apabila tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta  ketentraman, kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu  sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasannya, dungu,  terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak  mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber  kebahagiaan itu tidaklah tercipta kecuali dengan kelembutan dan  menjauhakan diri dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan  terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk  senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku.  Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan tanpa  alasan yang jelas dan benar.
4. Tugas Istri
Kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah sempurna kecuali ketika istri mengetahui kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi istri dan harta suami. Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah sempurna kecuali ketika istri mengetahui kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi istri dan harta suami. Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin  di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Juga  mengakui kecakapan suami dan tiada mengingkari kebaikannya. Untuk itu  seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mangabaikan kekhilafan. Jangan  berperilaku jelek ketika suami hadir dan jangan mengkhianati ketika ia  pergi.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhai, akan  langgeng hubungan, mesra, cinta dan kasih sayang. Dalam hadits: “Perempuan mana yang meninggal dan suaminya ridha kepadanya maka ia masuk surga.” (HR. Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah)
Maka bertaqwalah wahai kaum muslimin! Ketahuilah bahwa dengan  dicapainya keharmonisan akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan  tercipta suasana yang kondusif bagi tarbiyah.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi  cinta kasih dan saling pengertian anatar sifat keibuan yang penuh kasih  sayang dan kebapakan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan  saling mendhalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling  menyakiti.
Penutup
Lurusnya keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat. Bagaimana bisa aman bila ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Alloh memberi kenikmatan ini yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Lurusnya keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat. Bagaimana bisa aman bila ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Alloh memberi kenikmatan ini yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Hubungan suami istri yang sangat solid dan fungsinya sebagai orang  tua di tambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan  gambaran umat terkini dan masadepan. Karena itu ketika setan berhasil  menceraikan hubungan keluarga dia tidak sekadar menggoncangkan sebuah  keluarga namun juga menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam  kebobrokan yang merajalela. Realita sekarang menjadi bukti.
Semoga Alloh merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hatinya,  pandai bergaul (terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang,  tekun, tidak berlebihan dan tiada lalai dengan kewajibannya. Semoga  Alloh merahmati pula wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak  cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada  karena Alloh telah memeliharanya.
Bertaqwalah wahai kaum muslimin, wahai suami istri. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaaya akan dimudahkan urusannya. (Syeikh Shalih bin Abdullah bin Al Humaid).

 
