Curhat, curhat, share, share lalu tunggu komentar  teman, begitulah aktivitas akhwat dan ummahat yang sadar IT. Yap, bagi  yang banyak waktu luang, banyak masalah dan pastinya banyak uang amat  rentan kecanduan share di jejaring sosial. Tapi, ada aturan  main di dunia maya yang sebenarnya mirip aturan di dunia sebenarnya,  kenapa saya bilang mirip?
Semua berawal dari fenomena (kegelisahan saya sebenarnya), bahwa ada  yang membedakan gaya bersosialisasi di dunia maya dan dunia riil. Paling  gampang adalah, ada akhwat atau ummahat yang di dunia riil sangat  menjaga pergaulan dengan nonmahrom tapi sayangnya di dunia maya dia  punya banyak teman laki-laki nonmahrom yang akan dengan mudahnya  nimbrung komentar di tiap statusnya.
Well, kita berjuang ghadul bashor di lingkungan  sekitar atau kampus  tapi bebas ber “hai” ria di jejaring sosial, buat  apa kita diam membisu saat bertemu tapi di jejaring social kita saling  curhat, Masya Alloh. Bukankah aturan menjaga muru’ah (kehormatan diri)  juga berlaku dimanapun kita berada, termasuk di dunia maya sekalipun.  Jika kita bisa mengaplikasikan aturan main menjaga pergaulan dan menjaga   izzah di dunia riil, mestinya kita juga bisa dan mau menerapkannya di  dunia maya. Bahkan dalam mendakwahi lawan jenispun ada SOP-nya, tidak dengan dalih berdakwah lantas kita terima ikhwan-ikhwan jadi teman “maya” kita.
Saya merasa cemburu saat ada ummahat yang notabene mengerti ajaran menjaga izzah tapi teman nonmahrom di akunnya banyak banget. Tiap update status ikhwan-ikhwan juga ikutan komentar, waduh suaminya apa tidak cemburu ya?. Mengapa aturan menjaga pandangan dan menjaga izzah seolah memudar hanya karena kita tidak ketemu langsung face to face,  padahal kalau dipikir, komentar di tiap status kan sama saja dengan  kirim SMS, berarti sama saja kita sedang SMS-an dengan nonmahrom,  curhat-curhatan dan cekakak cekikik bukan dengan suami kita?. Termasuk  memajang foto tercantik kita yang dapat dilihat dengan mudahnya oleh  ikhwan nonmahrom, sebaiknya dihindari, hatta dalam foto itu kita memakai cadar.
Semua itu untuk menjaga agar kita tidak menjadi fitnah (ujian dan  cobaan) bagi orang lain, tidakkah terpikir oleh kita, bisa jadi foto  kita tengah dikagumi oleh laki-laki bukan mahrom kita atau suami wanita  lain. Ahsan, foto cantik kita digantikan simbol seperti bunga  dan pemandangan untuk menjaga hati siapapun yang melihatnya.  Bukankah  syariat kita menjaga dan menutup celah bagi timbulnya kerusakan, sekecil  apapun.
Poin penting dalam berjejaring sosial adalah kita harus merasa bahwa  Alloh pasti sedang mengawasi tiap gerak-gerik kita, jadi mari kita  terapkan sikap cerdas dalam memilah dan memilih teman. Jika ia bukan  mahrommu, sebaiknya tidak berteman dengannya karena manusia adalah  tempatnya khilaf dan kita tahu betul bahwa hati wanita  mudah goyah  (paling terasa saat haid, jadi gampang moody). Apalagi kembali merajut pertemananan dengan mantan atau seseorang yang pernah kita suka, ini big NO, NO deh! Hindari sekuat mungkin meng-add-nya.  Insya Alloh, berteman dengan wanita saja atau mahrom kita, pasti jauh  lebih menenangkan jiwa dan tentunya jika dibarengi niat untuk saling  amar ma’ruf nahi munkar akan mendapat pahala, Insya Alloh.
Marilah akhwat dan ummahat yang baik nan salihah, tetap jaga  kehormatan kita dimanapun dan kapanpun plus berhati-hati dalam bersikap  maupun bertutur. Seperti yang pernah dilansir sebuah situs ternama bahwa  penyebab tertinggi perceraian di Jawa Barat adalah akibat Facebook.
Jejaring sosial merk apapun tergantung pemakainya, jika pemakainya  cerdas  maka  ia sukses memiliki jaringan (terutama bagi yang berjualan  via OS), tapi jika memperturutkan hawa nafsu dan tak berilmu maka  jejaring sosial hanya akan menjadi jurang gelap berbuah sesal dan dosa.
Naudzubillahi min Dzalik. Wallahu a’lam.
Naudzubillahi min Dzalik. Wallahu a’lam.
(Ditulis : Dian, ibu rumah tangga tinggal di Ambon)
Sumber : http://www.eramuslim.com

 
